Selasa, 12 April 2011

27-02-2011 22:15

Cinta tuh perjuangan
kalau kita ga memperjuangkan cinta
cinta tuh akan pergi
Cinta tuh pengorbanan
kalau kita ga mau berkorban untuk cinta
kita ga akan mendapatkan cinta yang tulus
cinta tuh kesabaran
kalau kita ga bersabar tuk dapetin cinta
cinta itu akan mebuatku kita putus asa
Cinta tuh masalah
kalo kita mempunyai cinta maka kita
punya masalah, kita akan sering mengalami dilema
tapi cinta ga akan bermakna kalo tanpa ada
perjuangan pengorbanan kesabaran dan masalah

27-02-2011 17:37

Hari demi hari telah ku lalui jeritan
hatipun sudah tak bisa terhenti, di sela-sela
perjuanganku kumerasa senang
di saat sepi ku merasa ku adalah pecundang
waktu,waktu yang terus berjalan mengingatkanku
akan terus berjuang.
di suatu siang ku menunggu seseorang yang
akan datangb trik nya panas siang tak melemahkan ku untuk
tetap berjuang,detik menit terus berjalan dan sorepun datang,
disaat ku semangat akan menyambut yang akan datang
hanya harapan yang kudapatkan,tapi ku tak lelahnya menunggu
hatiku yang sudah rindu terus membuatku yakin
aku harus tetap menunggu.

INDRA MOCHAMAD TOHIR, DRS. H. (INDRA TOHIR)

Dalam sejarah PSSI, PERSIB banyak memberikan sumbangan kepada PSSI, baik dalam organisasi maupun berupa materi pemain. Pada kesebelasan Nasional yang pertama (1950), PERSIB Menyumbangkan pemain, Aang Witarsa dan Yahya. Bahkan selanjutnya bintang-bintang PERSIB menjadi pemain terkemuka PSSI, seperti Ade Dana, Rukma, Omo, Wowo, Sunarto, Wowo, Fatah Hidayat, Isak Udin, Parhim dan lain-lain. Pada kejuaraan-kejuaraan PSSI yang diselenggarakan secara periodic, PERSIB dianggap “Duta Bandung”, bahkan “Duta Masyarakat Jawa Barat”. Berkali-kali sejak pertama kali tahun 1937, PERSIB menjadi juara nasional. Karena pakaian seragamnya biru-putih, PERSIB biasa diberi gelar “Pangeran Biru”, dan karena PERSIB dianggap pejuang Bandung, oleh masyarakat sering diberi julukan “Maung Bandung”
Salah satu pelatih PERSIB yang dikenal bertangan dingin dalam menangani kesebelasan ini yang mengantarkannya menjadi juara pada beberapa kompetisi sepakbola di tingkat nasional maupun kejuaraan lainnya adalah Indra Mochamad Tohir. Indra Tohir lahir di Bandung, tepatnya di kawasaan Cigereleng Bandung Selatan pada tanggal 7 Juli 1941, dari pasangan Bapak Asik dan Ibu Omas. Suami dari Ibu Aat Ratnawati serta ayah dari 2 putera dan 1 puteri ini menyelesaikan SD serta SMPnya di Bandung. Selanjutnya Indra Tohir melanjutkan ke SGPD dan ke APD yang selanjutnya berubah nama menjadi STO/FPOK UPI. Statusnya saat ini tercatat sebagai pegawai Negeri/Dosen di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung jurusan FPOK.
Prestasi “Kang Tohir” demikian dia akrab disapa, di Persib dimulai sebagai pelatih fisik dari tahun 1984. Pada tahun 1990 melatih PSSI usia 14-16tahun. Tahun 1993 dibawah kepelatihannya, PERSIB menjadi Juara Perserikatan, tahun 1994 membawa PERSIB menjadi juara Liga Indonesia pertama. Sebagai pelatih, Tohir dikenal memiliki wibawa yang besar dikalangan pemain. Dalam melatih, Tohir tidak mengistimewakan pemain bintang dan tidak pilih kasih. Sebagai pelatih ia memiliki kiat, bahwa isterinya adalah isteri yang ke-2, isteri pertama adalah kesebelasan yang dilatihnya ini. Konsekuensi dari keseriusannya dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pelatih, Tohir tidak bisa meninggalkan latihan, sehingga terkesan seperti yang tidak percaya kepada asisten. Akan tetapi, dukungan isterinya dalam menjalankan tugas sebagai pelatih PERSIB cukup besar.
Menurut penuturan isterinya, KangTohir yang dikenal memiliki hobi menyanyi, Dansa, serta main golf, dulu dikenal sebagai pemain Base ball Nasional, taun ’67an, sedangkan Ceu Aat pemain Jabar. Walaupun memiliki hobi yang lain diluar sepakbola, dirinya tahu diri kalau mau latihan.
Sebagai pelatih, Kang Tohir Pernah melatih Persikabo Bogor, yang menaikkan status kesebelasan ini ke Divisi Utama (tahun 1997). Disiplin ke anggota keluargaan. Semua puteranya mewarisi darah ayahnya dalam hal olah raga. Beberapa catatan prestasinya melatih sepakbola, membawa dirinya untuk mengunjungi beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Philifina, Taiwan dan Perancis. Pernah pula menjadi pelatih terbaik Asia waktu PERSIB masuk menjadi grup 4 besar nasional dan Pelatih terbaik versi Majalah Bola.
Terakhir Kang Tohir yang rutin main golf 1-2 dalam seminggunya ini Menyampaikan saran untuk pelatih sepakbola lainnya, bahwa dalam melatih jangan pernah menjanjikan sesuatu kepada pemain serta tidak boleh menghujat pelatih lainnya.

Yudi Guntara Impian Memakai Kostum Biru Menjadi Nyata


EMEn membawa juara merdeka games

Emen Suwarman, salah seorang legenda hidup Persib. Ia lahir di Majalengka, 18 Mei 1939. Mengawali kariernya menjadi pemain sepakbola yang kala itu masih bernama sepakraga, di klub Persindra Indramayu. Guru Emen, biasa dia disapa, sudah bermain bola sejak 1950. Karena kecintaan terhadap sepakbola, dan memang ketika itu pada tahun 1950-1960 sedang terjadi gejolak ekonomi, memaksa Guru beserta kawan-kawannya mencari nafkah dari bermain sepakbola. Guru yang menempati posisi kanan dan kiri dalam (saat ini disebut gelandang serang) membuat Letkol Djunaedi Pemilik PSAD KODAM VI Siliwangi (sekarang KODAM III Siliwangi) terpikat. Saat itu, Djunaedi melihat bakat Guru pada kompetisi antarklub di Indramayu tahun 1958. Guru langsung diajak ke Bandung untuk bergabung dengan PSAD.
Bersama PSAD, Guru berhasil membawa klubnya menjuarai lima kali berturut-turut kompetisi KADI (Kesebelasan Angkatan Darat Indonesia) pada 1958, 1959, 1960, 1961, dan 1962. Saat prestasinya bersinar di klub, dia direkrut Persib bersama Omo Suratmo dan Wowo Sunaryo. Meski bermain untuk Persib dan menjadi staf sipil di Angkatan Darat, Guru merasakan bagaimana gejolak ekonomi saat itu dan membuat dia hidup dalam serba kekurangan. "Dalam sebulan, keperluan rumah tangga saat itu bisa mencapai Rp 100, sedangkan saya hanya mampu mengumpulkan uang paling besar Rp 70 sebulan," ujarnya. Namun Guru tidak putus asa. Ia tetap bermain bola. Talenta dia akhirnya terlihat pelatih timnas Indonesia asal Yugoslavia, Tony Poganic. Guru akhirnya dipanggil timnas untuk berlaga pada Turnamen Internasional Merdeka Games di Kuala Lumpur Malaysia pada tahun 1962.

Tahun itu sangat berkesan bagi Guru, karena timnas menjadi juara. Tim yang dikalahkan timnas di antaranya Korea Selatan dengan skor 3-0, Filipina 9-0. Sukses di Kuala Lumpur itu, membuat Guru menjadi bagian dari kekuatan timnas. Ia ikut dalam laga persahabatan tur Eropa, Seoul Korea Selatan, Tokyo Jepang, Saigon Vietnam. Bahkan ketika menang telak 6-0 di Tokyo, Guru ikut main. Perjalanan karier sepakbola Guru Emen cukup cemerlang. Nama dia di timnas bersinar, tetapi sayang belum pernah membawa Persib juara di Kompetisi Perserikatan. Padahal, saat itu ada 13 pemain dari Persib yang memperkuat timnas.

Setelah pensiun dari pemain, Guru tetap mendedikasikan dirinya untuk Persib. Ia menjadi asisten pelatih bersama Djadjang Nurdjaman dan pelatih Indra Thohir ketika Persib menjuarai kompetisi terakhir Perserikatan PSSI 1993-1994 dan Liga Indonesia I 1994-1995. Pria berusia 71 tahun ini kini sudah tiga tahun menjadi masseur Persib. "Menjadi bagian dari Persib merupakan kebanggaan yang sangat luar biasa," ujarnya. (Mon)

Ade Dana

Ade Dana (alm) adalah salah seorang pemain besar yang pernah dilahirkan Persib Bandung. Ia merupakan pemain Persib di dekade 50-an dan 60-an. Sebagai pemain, sumbangsih terbesarnya buat Persib adalah dengan mempersembahkan gelar juara Kejuaraan Nasional PSSI (Kompetisi Perserikatan) pada tahun 1961.

Ketika itu, pada putaran final yang menggunakan format "7 Besar", Persib mengumpulkan nilai tertinggi 11 dalam klasemen akhir, sekaligus menyisihkan tim favorit juara, PSM Makassar (10) dan Persija Jakarta (8). Ade Dana dan kawan-kawan memastikan gelar juara setelah pada laga pamungkas yang sangat menentukan berhasil mengalahkan Persija 3-1 di Semarang, 31 Juni 1961. Tiga gol Persib disumbangkan Wowo Sunaryo menit 12 dan 20 serta Hengki Timisela menit 23.
Selain Ade Dana, Wowo dan Hengki, skuad Persib 1961 itu dihuni Hehanusa, Hermanus, Juju (kiper), Ishak Udin, Iljas Hadade, Rukma Sudjana, Fatah Hidayat, Sunarto, Thio Him Tjiang, Nazar, Omo Suratmo, Suhendar, dan Piece Timisela.

Dua puluh sembilan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1990, anggota tim nasional Indonesia di era pelatih Tony Pogacnik dari Yugoslavia ini kembali menghadirkan prestasi besar buat Persib. Tentu saja, kali ini setelah ia beralih profesi menjadi pelatih. Memadukan pemain senior seperti Adeng Hudaya, Robby Darwis, Adjat Sudrajat dan Yusuf Bachtiar serta pemain muda yang baru mengorbit macam Sutiono Lamso, Nyangnyang, Asep Sumantri dan Aris Munandar, Ade Dana membawa Persib menjuarai Kompetisi Perserikatan 1989-1990. Pada final yang berlangsung di Stadion Utama Senayan Jakarta, 11 Maret 1990, Persib menaklukkan Persebaya Surabaya 2-0 lewat gol bunuh diri Subangkit menit ke 7 dan Dede Rosadi menit 59. Sukses itu mengantarkan Ade Dana menjadi orang pertama yang berhasil mempersembahkan gelar juara ketika menjadi pemain dan pelatih

Max Timisela Dilirik Werder Bremen Jerman

Mengenal sepak bola sejak berumur sepuluh tahun, Max Timisela dikenal memiliki kemampuan brilian mengolah si "kulit bundar”. Babeh Maksi, biasa dia disapa, piawai menjebol gawang lawan dengan aksi "Balik Bandung" atau kontra salto. Ia berkiprah di Persib mulai tahun 1962. Max Timisela adalah pemain keturunan Maluku, tetapi lahir di Cimahi Bandung pada 7 Mei 1944. Ketika bergabung dengan timnas PSSI, membawanya pergi keberbagai negara di belahan dunia. Ketika Tur Eropa melawan klub dari Jerman, Werder Bremen pada tahun 1965, timnas kalah 5-6. Max berhasil mencuri perhatian dengan mencetak dua gol. Saat itu juga, pelatih Werder Bremen, Heer Brocker sempat kepincut untuk merekrutnya.

"Saat itu, kita memang harus mengedepankan motivasi untuk membela Persib. Untuk bisa masuk Persib harus memiliki motivasi besar karena dulu sangat sulit bisa menjadi bagian skuad Persib. Setiap pemain harus berkompetisi. Seandainya tidak memiliki kemampuan bagus, tentunya kita tidak bisa masuk dalam daftar pemain," kata pemain era 60-an dengan nomber punggung 16 itu.

Senin, 11 April 2011

1940-1933

Sebelum lahir nama Persib, pada tahun 1923 di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB). BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakn i R. Atot.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain bernama Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada 14 Maret 1933 kedua klub itu sepakat melebur dan lahirlah perkumpulan baru yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai ketua umum. Klub- klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi. Setelah tampil tiga kali sebagai runner up pada Kompetisi Perserikatan 1933 (Surabaya), 1934 (Bandung), dan 1936 (Solo), Persib mengawali juara pada Kompetisi 1939 di Solo.